PSP Sejarah FKIP Unlam Banjarmasin

Wadah Ekspresi Sivitas Akademika

MENILIK SEPINTAS NASIB KESENIAN TRADISIONAL BANJAR

Oleh : M. Rizal Mukhlishin

Saya pernah bertanya kepada teman saya, ”kamu pernah dengar yang namanya Wayang Gong?”. Spontan teman saya mengerutkan dahinya, tanda bingung. Lalu ia balik bertanya apakah itu mirip wayang orang?, wah itu sudah ketinggalan zaman katanya. Ngerti ceritanya saja belum tentu, lebih baik nonton konser musik, lebih gaul, tambahnya.
Dari percakapan diatas secara tak langsung bisa ditarik kesimpulan kesenian daerah yang menjadi simbol daerah kita sudah mulai luntur di kacamata generasi muda saat ini.
Wayang Gong adalah seni pertunjukan sejenis wayang orang. Pertunjukan ini mengangkat cerita dari pakem Ramayana versi Banjar. Wayang ini dimainkan dengan pengolahan vokal pemain dan ditambah basik tari dalam lakon yang terdiri dari beberapa tilisasi. Tak hanya itu, pemain diiringi musik gamelan, elemen dramatik dan kating tari yang diiringi bunyi tambahan seperti ketopong yang membuatnya makin khas. Para pemain dirias sebagaimana layaknya tokoh yang ada di dalam kisah Ramayana.
Menurut pakar Wayang Gong Banjar, Zulfansyah Bondan, kesenian ini di era 1960 – 1970an mendapat respon yang bagus dari generasi muda saat itu, namun dalam tiga dasawarsa terakhir yakni sekitar tahun 2000an kesenian ini mengalami kemunduran dan nyaris punah. Nyaris punah? Ya, dikatakan nyaris punah karena kesenian ini sudah jarang dimainkan. Salah satu kesenian tertua di Kalimantan Selatan ini kini hanya menunggu kepunahannya saja karena kelompok-kelompok yang memainkan kesenian ini sudah tak banyak lagi.
Dulu, kesenian ini sering dimainkan saat acara adat dan seni pertunjukan sosial kemasyarakatan seperti Mawlid Nabi, saprah amal, hajatan hingga nazar pasca panen padi. Namun sekarang sudah jarang dimainkan. Beruntung masih ada salah satu sanggar seni yang masih eksis memainkan kesenian ini walaupun insidential. Sanggar seni Ading Bastari, Barikin (HST) yang di pimpin A.W. Syarbaini lah yang membuat kesenian ini masih bertahan, walaupun dalam kondisi yang tak memungkinkan.
Dulu wayang gong dimainkan semalaman suntuk, sama halnya dengan wayang kulit banjar. Setiap lakon atau tokoh biasanya disertai dengan menambang atau nembang yang dibawakan oleh sinden. Sekarang agar tidak ditinggal oleh para penontonnya, permainan dipersingkat hingga sekitar 3 – 4 jam saja. Pada Wayang Gong, sekitar 10 orang yang memainkan alat musik tradisional, yang terdiri dari babun, gong besar dan kecil, sarun besar dan kecil, kenong dan lima alat.
Pada saat memulai pertunjukan, terlebih dahulu dilakukan mamucukani, yakni tiga dalang membuka pagelaran untuk menyampaikan cerita apa yang akan dimainkan. Layaknya seperti sinetron di televisi, dari pemain utama hingga pemain pendukung disampaikan lebih dahulu kepada penonton.
Saat ini hanya sanggar seni Ading Bastari yang memainkan kesenian wayang gong ini, karena saat ini nyaris tidak ada lagi sanggar seni lain yang memainkan salah satu kesenian tertua ini. Kalaupun ada, hanya dilakukan dengan cara ”bon”. Artinya para pemain diambil dari berbagai kelompok seni daerah dengan sistem cabutan. Misalnya mengambil pemain dari kabupaten Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Tapin.
Melihat keadaan memprihatinkan seperti ini, perlu diadakan upaya untuk melestarikan kebudayaan ini.
Dalam jangka Pendek, bisa dengan melakukan pendidikan dan pelatihan sistematik generasi muda dengan narasumber tokoh yang masih ada sekarang ini. Membuat proyek pembinaan kesenian sebagai program lanjutan pendidikan serta membuat wadah khusus berupa balai seni ditiap kota atau kabupaten di Kalimantan Selatan.
Dalam jangka panjang bisa dilakukan dengan cara merancang kemasan baru dalam pagelaran seni wayang gong dalam hal ini bisa dilakukan dengan cara tumbuh dan berkembang berupa diklat wayang gong bagi anak-anak dan remaja.
Nah, sekarang nasib kesenian daerah ada ditangan kita para generasi muda. Apakah kesenian tersebut akan kehilangan peminat dan hilang dari permukaan, atau kesenian tersebut akan kembali berjaya dengan penanggulangan dini.
Budaya yang besar mencerminkan betapa besar pula peradaban masyarakatnya.

25 April 2008 - Posted by | Uncategorized

5 Komentar »

  1. budaya kita yang ada bisa saja diselamatkan dengan memasukkannya kedalam bagian muatan lokal disekolah2 agar generasi yang akan datang tidak hanya kenal dengan konser musik sebagai budaya. so sebagai calon guru kita juga mesti tau dong apa aja yang termasuk dalam budaya banjar, n kalo bisa ikut tergabung dalam saved it from kepunahan gak cm khawatir akan hilangnya budaya tsb dalam gelombang budaya baru yang makin banyak menerjang. bravo!!

    Komentar oleh windbee | 26 Mei 2008 | Balas

  2. lestari budaya….!!!
    leartari banua….!!!

    Komentar oleh Hasby R | 9 Juli 2008 | Balas

  3. Zulfansyah Bondan guru gw,kebetulan beliau guru yang ngajar ekskul teater disekul gw. kok jadi curhat ya
    Pokoknya yg penting kita sebagai generasi muda harus melestarikannya oke

    Komentar oleh lian | 3 Juli 2009 | Balas

  4. mohon d8i info kesiapa mau booking wayang gong utk sosialisasi disana ditunggu secepatnya, hub novi di 081316611819 jakarta

    Komentar oleh noviana | 13 Maret 2010 | Balas

  5. kunjungan malam..salam kenal

    Komentar oleh utuhlangkar | 11 Februari 2011 | Balas


Tinggalkan komentar